Sabtu, 10 November 2012

Melacak Jejak Al-Habasyah: Negeri Tujuan Hijrah Pertama

Pada tahun ketujuh sebelum hijriah (SH)/615 M atau tahun kelima setelah kenabian, terjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam. Saati tu, para sahabat yang baru memeluk Islam mendapat teror dan siksaan dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah SAW lalu memerintahkan para sahabat untuk menyelamatkan diri ke Habasyah.
 “Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorang pun yang dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya, hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa yang menimpa kalian,’’ ujarNabi SAW. (Fathul Bari 7;189)
Menurut Dr. Sayuqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, wilayah al-Habasyah, saat ini dikenal dengan nama Ethiopia atau Eritrea. “Masyarakatnya dikenal sebagai al-Habasy yakni bangsa Sudan atau bangsa berkulit hitam,’’ ujar DrSyauqi. 
Habasyah merupakan wilayah yang penting bagi perkembangan agama Islam di tahap-tahap awal. Sebab, negeri yang dipimpin Raja An-Najasyi itu telah menjadi penyelamat akidah para sahabat di awal masa perkembangan Islam. 
Kisah hijrah para sahabatNabi SAW ke Habasyah diungkapkan dalam Shahih Al-Bukhari, mengutip penjelasan dari Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW yang juga ikut dalam peristiwa hijrah ke Habasyah itu.
Di tengah kegelapan malam yang mencekam, 11 pria dan lima wanita sahabat Rasulullah SAW mengendap endap meninggalkan Makkah. Mereka keluar dari Makkah dengan berjalan kaki menuju pantai. Sebuah perahu yang terapung di Pelabuhan Shuaibah siap mengantarkan mereka menuju ke sebuah negeri untuk menghindari kemurkaan dan kebiadaban kafir quraisy.
“Para sahabat menyewa sebuah kapal seharga setengah dinar,’’ demikian tertulis dalam kitab Fathul Bari.  Negeri yang mereka tuju itu bernama Habasyah – sebuah kerajaan di daratan Benua Afrika. Mereka pergi ke negeri itu atas saran dari Rasulullah SAW.
Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, umat Islam hijrah ke Habasyah sebanyak dua kali.  Di antara sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu antara lain: Usman bin Affan beserta isterinya Ruqayyah yang juga puteri Rasulullah SAW serta sahabat dekat lainnya.
Sebenarnya, ungkap Dr. Akram, Abu Bakar Ash-Shiddiq juga turut dalam hijrah pertama itu. Namun, begitu sampai di barkul Ghimad – suatu tempat dari Makkah ke arah Yaman dengan perjalanan sekitar lima hari – Abu Bakar bertemu dengan Ibnu Daghinnah. 
Ibnu Daghinnah meminta Abu Bakar agar tak hijrah ke Habasyah. “Orang seperti engkau tak layak pergi atau terusir dari kampung halamannnya, karena engkau membantu yang membutuhkan, menyambung silaturahim, menanggung yang membutuhkan, menghormati tamu,  dan menolong kebenaran di manasaja sumbernya,’’ ungkap Ibnu Daghinnah seraya berjanji akan melindungi Abu Bakar dari siksaan kaum Kafir Quraisy.
Perjalanan para sahabat ke negeri Habasyah itu dipimpin Usman bin Maz’un. Setelah mengarungi ganasnya gelombang Laut Merah, enam belas sahabat Rasulullah itu akhirnya terdampar di negeri yang kala itu dipimpin seorang raja bernama Najasyi orang Arab menyebutnya Ashama ibnu Abjar.
Mereka disambut dengan penuh keramahan dan persahabatan. Inilah kali pertama ajaran Islam tiba di Afrika. Raja Ethopia lalu menempatkan mereka di Negash yang terletak di sebelah utara Provinsi Tigray.Wilayah itu lalu menjadi pusat penyebaran Islam di Ethiopia yang masuk dalam bagianAfrikaTimur.
Setelah tiga bulan menetap di Habasyah dan mendapat perlindungan, para sahabat mendapat kabar bahwa masyarakat Makkah telah memeluk Islam. Maka  pulanglah beberapa sahabat di antaranya Utsman bin Mazh’un ke kampung halamannya, Makkah. Kabar yang mereka terima ternyata hanya berita bohong.
Situasi keamanan Makkah ternyata belum aman, maka kembalilah mereka ke Habasyah bersama rombongan yang lain. “Ini merupakan Hijrah yang kedua,’’ papar Dr. Akram. Menurut Ibnu Ishaq, jumlah umat Islam yang hijrah untuk kedua kalinya mencapai 80 orang.
Namun, Ibnu Jarir menyebut jumlah sahabat yang hijrah ke Habsyah pada tahap dua mencapai 82 orang, semua laki-laki, tak ada wanita dan anak-anak. Versilainnya, menurut DR Akram, jumlah sahabat yang menyelamatkan akidahnya ke Habsyah pada periode kedua itu di antaranya  terdapat 18 orang sahabatwanita. 
Mengetahui hal itu, kafir Quraisy lalu mengirimkan utusannya, Amr bin Ash dan Imarah bin Walid menghadap Raja Habasyah. Keduanya meminta agar Raja Najasyi mengusir umat Islam dari tanah hitam itu.
Permintaan orang kafirQuraisy itu ditolak raja Najasyi dan para sahabat tetap tinggal di negeri itu hingga Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.Tak semua sahabat kembali berkumpul dengan Rasulullah SAW, sebagian di antara mereka memutuskan untuk menetap di Ethiopia.Mereka lalu menyebarkan agama Islam di wilayahTimur benua Hitam itu.
Perlahan namun pasti agama Islam pun mulai berkembang di Ethiopia. Pada mulanya, Islam berkembang di wilayah pesisir selatanAfrika, khususnya dari Somalia. Setelah itu banyak penduduk Ethiopia yang memutuskan untuk memeluk agama Islam. Berkembang pesatnya agama Islam di Ethiopia tak berjalan mulus dan mendapatkan perlawanan dari UmatNasrani yang berada di wilayah utara Ethiopia seperti Amhara, Tigray, serta Oromo.
Meskipun orang-orang Oromo sehari-hari mempraktikan tradisiWaaqa yang dipengaruhi budaya Islam, kenyataannya mereka tak suka Islam berkembang di Ethiopia. Sejarawan Ulrich Braukamper berkomentar, “Ekspansi yang dilakukan orang non-Muslim Oromo yang dilakukan selama berabad-abad di wilayah selatan Ethiopia bertujuan untuk menghapuskan Islam darikawasanitu.”Namun, upaya itu tak pernah berhasil.
Islam merupakan  agama terbesar kedua di Ethiopia, setelah Nasrani. Berdasarkan sensus pada tahun 1994, jumlah penduduk Muslim di Ethiopia mencapai 32,8 persen dari total populasi di negera itu. Mayoritas umat Islam di negeri itu kebanyakan berada di Somalia, Afar, serta Oromo.Selainitu, umat Islam juga tersebar di Amhara, Tigray, danGurage.
Umat Islam mencapai kejayaannya di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani itu, saat mampu mendirikan kesultanan Muslim. Beberapa kesultanan Muslim yang pernah berkuasa di Ethiopia itu antara lain: Kesultanan Adal di timur Ethiopia, KesultananAussa di timur laut Ethiopia, Kesultanan Harar di timur Ethiopia, Kesultanan Ifat di timur Ethiopia, serta Kesultanan Shewa di Ethiopia tengah.
Setelah meredupnya kejayaan kesultanan Muslim di Ethiopia, posisi umat Islam kian terhimpit. Kondisi mengenaskan itu mulai terjadi ketika di penghujung 1890-an, Raja Yohanes IV mengeluarkan kebijakan untuk mengkristenkan Ethiopia. Akibat kebijakan yang diwarnai kekejian itu, banyak umat Muslim yang akhirnya memiliki keyakinan ganda. Siang hari mereka berpura pura mengaku Kristen, namun pada malam hari mereka menjadi Islam dan melakukan ibadah.
Prinsip ini dalam Islam dikenal dengan namaTaqiah atau menyembunyikan keyakinan diri demi keselamatan diri. Strategikaum Muslim Ethiopia yang menutupi keyakinan yang sebenarnya itu ditulis secara menarik olehNajibKailani dalam novelnya yang berjudul Bayang-BayangHitam. Sebagian Muslim yang tak mau taqiah (menyembunyikan keyakinan), akhirnya memilih hijrah ke tempat lain.
Mereka mulai membanjiri wilayah perbatasan menuju Hijaz. Namun, ada juga yang tak mau taqiah tapi tetap menetap di Ethiopia. Mereka yang memilih sikap untuk menunjukkan jati diri keislamannya itu lalu disebut penguasa sebagai pemberontak. Mereka adalah umat Islam yang tak mau kompromi dengan urusan tauhiddaniman.
http://darulhuffadh.or.id/konten/melacak-jejak-al-habasyah-negeri-tujuan-hijrah-pertama

Hijrah ke Habsyah (ethiopia)

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib)

Kaum muslimin masih terus mendapat tekanan dari orang-orang Quraisy. Ketika sebagian dari mereka hijrah ke Habasyah, orang-orang Quraisy masih saja mengejar untuk membinasakan mereka. Penderitaan kaum muslimin makin bertambah ketika mereka diboikot di lembah Abu Thalib.
Semakin lama, semakin keras permusuhan orang-orang Quraisy terhadap kaum muslimin. Akhirnya, kaum muslimin diizinkan Allah l hijrah ke Habasyah. Orang-orang Quraisy kembali berusaha menahan dan menangkap mereka namun tidak berhasil.
Ketika semakin ganas kekejaman yang dilancarkan kaum Quraisy terhadap kerabat mereka yang beriman, Allah l mengizinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya. Berangkatlah sekitar 80 muhajirin dan 19 muhajirah (kaum wanita). Di negeri ini, kaum muslimin berlindung dengan aman di kerajaan Ashimah an-Najasyi.
Ketika Quraisy mendengar hal ini, mereka mengutus ‘Imarah bin al-Walid dan ‘Amru bin al-‘Ash dengan membawa berbagai hadiah kepada raja Najasyi agar berkenan menyerahkan kaum muslimin ke tangan mereka.
Ketika tiba di hadapan Raja Najasyi, mereka berdua sujud kepadanya dan segera duduk di sampingnya, kemudian berkata, “Sesungguhnya ada sekelompok orang yang masih termasuk anak-anak paman kami. Mereka tinggal di negeri paduka, membenci masyarakatnya dan membenci tatanan kehidupan (ajaran) yang berlaku di masyarakat mereka.”
Raja Najasyi berkata, “Di mana mereka?”
Keduanya berkata, “Di negeri paduka. Mohon panggillah mereka!”
Kemudian datanglah beberapa orang dari para muhajirin, di antaranya adalah Ja’far dan dia berkata, “Aku yang menjadi juru bicara (untuk) kalian hari ini.” Mereka pun mengikutinya.
Setibanya di hadapan Najasyi, mereka mengucapkan salam namun tidak sujud kepadanya. Orang-orang yang ada di sekitarnya bertanya, “Mengapa kalian tidak sujud kepada baginda raja?”
Ja’far mengatakan, “Kami tidak sujud kecuali kepada Allah k.”
“Mengapa demikian?” tanya Raja.
Ja’far berkata, “Sesungguhnya Allah l telah mengutus seorang rasul kepada kami dan dia memerintahkan kami agar tidak sujud kepada siapa pun kecuali kepada Allah k. Beliau memerintahkan kami untuk menegakkan shalat dan menunaikan zakat.”
‘Amru bin al-‘Ash segara menukas: “Mereka menyelisihi paduka tentang ‘Isa bin Maryam.”
Raja Najasyi berkata, “Apa pendapat kalian tentang ‘Isa bin Maryam dan ibunya?”
Ja’far menerangkan, “Kami hanya mengatakan sebagaimana yang diterangkan oleh Allah l, bahwa beliau adalah kalimat-Nya dan ruh-Nya yang Dia lemparkan kepada perawan suci yang tidak pernah disentuh lelaki mana pun….”
Kemudian Najasyi mengambil sepotong kayu dan berkata, “Wahai rakyat Habasyah, para pendeta dan rahib sekalian! Demi Allah, apa yang mereka nyatakan (tentang ‘Isa) tidak lebih dari ini. Selamat datang, para tamu (kaum muslimin) dan selamat datang pula yang kalian datang dari sisinya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya beliau adalah Rasulullah. Beliaulah yang kami dapatkan beritanya di dalam Injil. Beliaulah rasul yang disebutkan oleh ‘Isa bin Maryam q sebagai berita gembira dari beliau. Tinggallah kalian di mana pun kalian suka di negeriku. Demi Allah, kalaulah bukan karena kedudukanku sebagai raja, pastilah aku akan datang menghadapnya sehingga akulah yang akan mengurus sandalnya.”
Kemudian beliau memerintahkan agar hadiah-hadiah itu dikembalikan kepada kedua utusan Quraisy dan berkata, “Demi Allah! Allah tidak menerima suap dariku ketika mengembalikan kerajaan ini kepadaku. Aku juga tidak mengikuti manusia dalam urusanku sehingga aku harus tunduk pula kepada manusia. Kembalikan hadiah mereka kepada keduanya, aku tidak membutuhkannya. Usirlah utusan itu dari negeri ini.”
Akhirnya kedua utusan itu meninggalkan Habasyah dalam keadaan kecewa dan terhina.
Beberapa waktu kemudian terbetik kabar bahwa penduduk Makkah telah masuk Islam. Namun berita itu ternyata tidak benar. Ada sesuatu yang menyebabkan tersebarnya berita tersebut.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasai (secara ringkas) dari ‘Abdullah bin Mas’ud z, ia berkata, “Nabi n membaca surat an-Najm di Makkah, kemudian beliau sujud dan sujud pula orang-orang yang bersamanya, kecuali seorang laki-laki tua yang hanya mengambil segenggam kerikil atau tanah lalu mengangkatnya ke dahinya dan berkata, ‘Cukuplah ini saja bagiku.’ Ibnu Mas’ud berkata, ‘Akhirnya aku melihatnya mati terbunuh dalam keadaan kafir’.”
Penukil yang melihat kaum musyrikin sujud mengikuti Rasulullah n, merasa yakin bahwa mereka telah masuk Islam dan berdamai dengan Rasulullah n. Tidak ada lagi perselisihan di antara mereka.
Akhirnya kabar ini meluas hingga terdengar oleh kaum muslimin yang ada di Habasyah. Mereka pun menyangka hal ini benar, maka sebagian mereka ada yang kembali, mengharapkan kenyataan dari berita tersebut. Sebagian lagi tetap tinggal di sana.
Namun belum lagi mereka sampai di Makkah, mereka mendengar keganasan Quraisy bukannya berkurang, tetapi malah menjadi-jadi. Sebagian mereka ada yang berani masuk ke Makkah dengan jaminan perlindungan, ada pula yang tidak. Di antara yang masuk ke Makkah adalah Ibnu Mas’ud z. Dia memberi salam kepada Rasulullah n yang waktu itu sedang shalat, namun tidak dijawab oleh Rasulullah n. Tentu saja hal ini terasa berat bagi Ibnu Mas’ud z, namun kemudian beliau menjelaskan:
إِنَّ اللهَ يُحْدِثُ مِنْ أَمْرِهِ مَا يَشَاءُ، وَإِنَّ مِمَّا أَحْدَثَ اللهُ أَنْ لاَ تَكَلَّمُوا فِيْ الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya Allah berbuat sesuatu yang baru terhadap urusan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Termasuk yang baru adalah hendaknya kamu jangan berbicara di dalam shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Quraisy Memboikot Bani Hasyim
Ibnul Qayyim t menceritakan (az-Zad, 3/29) bahwa setelah Hamzah z dan beberapa orang masuk Islam serta Islam tersebar, kaum Quraisy yang mengetahui hal ini semakin bertambah kebenciannya. Akhirnya mereka sepakat untuk memboikot Bani Hasyim, Bani ‘Abdul Muththalib, dan Bani ‘Abdi Manaf, yang mereka (kaum Quraisy) tidak akan melakukan hubungan apa pun dengan Bani Hasyim dan lain-lainnya ini sampai Rasulullah n diserahkan kepada mereka. Kemudian mereka menuliskan kesepakatan ini dan menggantungnya di Ka’bah.
Akhirnya seluruh Bani Hasyim kecuali Abu Lahab, ikut bergabung di Syi’ib (lembah) Abu Thalib. Mereka merasakan penderitaan hebat akibat blokade ini, sehingga terdengar dari lembah itu tangis pilu anak-anak kecil yang kelaparan. Hal ini mereka alami selama hampir tiga tahun.
Sementara itu di kalangan Quraisy sendiri muncul pro dan kontra atas tindakan yang dilakukan mereka. Orang-orang yang tidak senang dengan tindakan kejam ini berusaha merobek surat perjanjian yang mereka buat. Di antara yang berusaha membatalkan perjanjian itu adalah Hisyam bin ‘Amru bin al-Harits, Muth’im bin ‘Adi, dan beberapa orang lainnya.
Allah l memperlihatkan kepada Rasul-Nya n tentang apa yang dialami oleh piagam perjanjian tersebut, lalu beliau sampaikan kepada pamannya Abu Thalib. Oleh Abu Thalib hal ini disampaikan pula kepada Quraisy. Namun setelah ternyata benar apa yang diceritakan oleh Rasulullah n, kekafiran mereka justru semakin bertambah.
Setelah perjanjian itu batal, Rasulullah n pun keluar bersama Bani Hasyim dari lembah itu. Beberapa bulan kemudian pamannya Abu Thalib meninggal dunia dalam keadaan masih memeluk agama nenek moyangnya (musyrik). Beberapa hari setelah itu menyusul pula istrinya yang dicintai dan banyak membantu perjuangannya, Khadijah bintu Khuwailid x.
Sepeninggal keduanya, semakin hebat pula permusuhan kaum Quraisy terhadap beliau. Beliau pun mencoba melanjutkan dakwahnya ke Tha’if.
Sesampainya di sana beliau justru mendapati keadaan yang lebih buruk dan belum pernah beliau dapatkan dari kaumnya. Akhirnya beliau bersama Zaid bin Haritsah z kembali dengan penuh kesedihan.
Disebutkan oleh al-Imam Muslim (no. 1795) dari ‘Aisyah x, Zaid bin Haritsah bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, apakah engkau pernah mendapatkan sesuatu yang lebih hebat dari kaummu dibandingkan dengan kejadian pada perang Uhud?”
Beliau mengatakan, “Sungguh aku betul-betul mendapatkannya dari kaummu. Yang paling hebat adalah pada peristiwa ‘Aqabah, ketika aku menghadapi kabilah Ibnu ‘Abdi Ya Lail bin ‘Abdi Kulal. Tidak satu pun mereka yang menyambut apa yang kuinginkan. Akhirnya aku pergi dalam keadaan sangat berduka. Aku tidak tersadar, kecuali di Qarni Tsa’alib. Kemudian aku menengadahkan kepala, aku lihat ada awan yang menaungiku. Aku perhatikan, ternyata Jibril dan dia berseru, ‘Sesungguhnya Allah k telah mendengar apa yang dikatakan kaummu kepadamu dan bagaimana mereka menolakmu. Sekarang Dia telah mengutus para malaikat penjaga gunung ini, agar engkau perintahkan sekehendakmu terhadap orang-orang kafir itu’.”
Malaikat itu berseru dan mengucapkan salam kepadaku, kemudian dia berkata, “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah l telah mendengar ucapan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung ini, dan Rabbmu telah mengutusku agar engkau memerintahkanku apa yang kau inginkan. Kalau engkau mau, akan aku empaskan kedua gunung ini kepada mereka.”
Rasulullah n berkata kepadanya, “Bahkan aku berharap akan keluar dari keturunan-keturunan mereka orang-orang yang beribadah hanya kepada Allah l satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.”
Ibnul Qayyim t menyebutkan bahwa kemudian beliau bersama Zaid bin Haritsah z masuk ke Makkah dengan jaminan dari Muth’im bin ‘Adi.
http://asysyariah.com/hijrah-ke-habasyah-etiopia.html

Gempa Sukabumi Terasa Keras di Cianjur dan Tasikmalaya, Warga Panik

Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Berbagi informasi terkini dari detikcom bersama teman-teman Anda
Ilustrasi: BMKG
Jakarta - Gempa dengan kekuatan 5,5 SR mengguncang Sukabumi, Jawa Barat. Gempa terasa cukup keras hingga Cianjur dan Tasikmalaya, warga sempat panik.

"Gempa terasa cukup keras beberapa detik di Cianjur dan Tasikmalaya. Masyarakat merespon ke luar dari rumah saat merasakan guncangan gempa," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam siaran pers, Sabtu (10/11/2012).

Gempa yang terjadi yang terjadi pada pukul 13.05 WIB ini juga dirasakan lemah di Bandung. Hingga saat ini BPBD Sukabumi dan BPBD Jawa Barat masih melakukan pemantauan dan pendataan.

Masyarakat diimbau untuk terus meningkatkan kewaspadaan terkait banyaknya kejadian gempa di Indonesia. Gempa tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi sewaktu-waktu.

"Korban akibat gempa bukan karena gempa tetapi bangunannya yang tidak tahan gempa," ingatnya.

Lokasi gempa ini pada 7.79 LS,106.52 BT (85 km baratbada Kab Sukabumi, Jabar); 96 km baratdaya Cianjur, Jabar; 103 km baratdaya Sukabumi, Jabar, 131 km baratdaya Bandung, Jabar; 184 km baratdaya Jakarta, Indonesia. Kedalaman 10 km berada di dasar laut Samudera Hindia di sebelah utara zona subduksi lempeng Samudera Hindia dan Eurasia.
http://news.detik.com/read/2012/11/10/134705/2088093/10/gempa-sukabumi-terasa-keras-di-cianjur-dan-tasikmalaya-warga-panik?9911012
mari kita semua berdoa untuk keselamatan saudara-saudara kita yang mengalami musibah.

Jumat, 09 November 2012

Makna dan sejarah hari Pahlawan


Lumajang- pagi ini cuaca yang begitu cerah kembali mengunjungi bumi Lumajang tepat pada 10 November. Jika kita sejenak merenungkan kembali apa yang terjadai pada 10 November 1945 di kota Surabaya sungguh akan membuat kita bangga terhadap perjuangan ribuan anak bangsa untuk mempertahankan kemrdekaannya. Manisnya kemerdekaan yang baru beberapa bulan di nikmati akan diambil lagi oleh bangsa lain yang mana selama ini telah merenggut kebebesan dan kedaultan Republik Indonesia. Tentara sekutu dengan di domplengi oleh tentara Belanda yang akan melucuti senjata dari Jepang, pada hari ini 66 tahun yang lalu  mengultimatum rakyat Surabaya untuk meyerahkan senjatanya. Latarbelakang Sekutu mengeluarkan ultimatum adalah peristiwa tewasnya pimpinan tentara Sekutu untuk Jawa Timur yaitu Brigadir jenderal Mallaby. Mallaby tewas pada 30 Oktober, siapa pelaku penembakan terhadap Mallaby sampai sekarang pun masih belum diketahui identitasnya. Hal ini tentunya membuat sekutu geram dan mengeluarkan ultimatum agar penduduk kota Surabaya sesegera mungkin menyerahkan senjatanya dengan batas akhir 06.00 pagi.
Bagi rakyat Surabaya tentunya ini merupakan suatu penghinaan yang tiada terkira terhadap kedaulatan Republik Indonesia, mereka benar-benar kokoh dan tidak mau meyerahkan senjatanya. Pada pagi hari tepat 66 tahun yang lalu akhirnya tentara Sekutu yang merasa ultimatunya tidak di gubris segera menyerang kota Surabaya dari segala penjuru dengan mengerahkan 30.000 pasukan infanteri,  sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Semangat arek-arek Surabaya dan sekitarnya baik itu tukang becak, pedagang, petani dan tentara bahu-membahu untuk mempertahankan kemerdekaan dan melawan pasukan sekutu. Bahkan benar-benar di luar dugaan tentara sekutu, semangat areka-arek Surabaya yang terbakar karena pidato Bung Tomo yang meneriakkan pekik Allah Hu Akbar, tidak bisa di taklukan dengan mudah karena gelombang bantuan dari luar kota di Jawa Timur dari hari ke hari semakin besar. Dalam pertempuran Surabaya ini Para Kyai dan Ulama seperti Hasim Asy'ari, Wahab Hasbullah pun mengerahkan santri-santrinya untuk membantu perjuangan rakyat Surabaya.
Perjuangan rakyat Surabaya yang semula tidak terarah lama-lama menjadi koordinasi yang baik. Pertempuran di Surabaya ini menelan banyak korban jiwa baik dari tentara Indonesia maupun dari warga sipil, pertempuran ini akhirnya di kenang dan selalu diperingati setiap tahunnya sebagai hari Pahlawan.Semangat peristiwa yang terjadi 66 tahun yang lalu begitu terasa samapi detik ini. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda akan terus mengenang dan meneruskan semangat itu dalam mengisi kemerdekaan bangsa ini. Para pendiri bangsa ini telah mengorbankan Jiwa dan raga demi kehidupan bebas sperti yang saat ini kita nikmati. Marilah bersama-sama kita teladani dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sikap kepahlawanan mereka.
http://pedomannusantara.com/berita-1059-makna-dan-sejarah-hari-pahlawan.htm
 sebagai mahasiswa apa yang dapat saya lakukan untuk indonesia. Sebagai penyambung lidah rakyat,tonggak kelima demokrasi serta director of change harus dapat melakukan sesuatu untuk indonesia. Sebagai penyambung lidah rakyat kita dapat mengaspirasikan suara rakyat yang tak tersampaikan. sebagai tonggak kelima demokrasi,kita dapat mengawasi jalan pemerintahan di Indonesia. Sebagai director of change kita dapat melakukan perubahan yang lebih baik un tuk indonesia.
Jaya Indonesiaku...
Merdeka.....