Sabtu, 10 November 2012

Melacak Jejak Al-Habasyah: Negeri Tujuan Hijrah Pertama

Pada tahun ketujuh sebelum hijriah (SH)/615 M atau tahun kelima setelah kenabian, terjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam. Saati tu, para sahabat yang baru memeluk Islam mendapat teror dan siksaan dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah SAW lalu memerintahkan para sahabat untuk menyelamatkan diri ke Habasyah.
 “Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorang pun yang dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya, hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa yang menimpa kalian,’’ ujarNabi SAW. (Fathul Bari 7;189)
Menurut Dr. Sayuqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, wilayah al-Habasyah, saat ini dikenal dengan nama Ethiopia atau Eritrea. “Masyarakatnya dikenal sebagai al-Habasy yakni bangsa Sudan atau bangsa berkulit hitam,’’ ujar DrSyauqi. 
Habasyah merupakan wilayah yang penting bagi perkembangan agama Islam di tahap-tahap awal. Sebab, negeri yang dipimpin Raja An-Najasyi itu telah menjadi penyelamat akidah para sahabat di awal masa perkembangan Islam. 
Kisah hijrah para sahabatNabi SAW ke Habasyah diungkapkan dalam Shahih Al-Bukhari, mengutip penjelasan dari Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW yang juga ikut dalam peristiwa hijrah ke Habasyah itu.
Di tengah kegelapan malam yang mencekam, 11 pria dan lima wanita sahabat Rasulullah SAW mengendap endap meninggalkan Makkah. Mereka keluar dari Makkah dengan berjalan kaki menuju pantai. Sebuah perahu yang terapung di Pelabuhan Shuaibah siap mengantarkan mereka menuju ke sebuah negeri untuk menghindari kemurkaan dan kebiadaban kafir quraisy.
“Para sahabat menyewa sebuah kapal seharga setengah dinar,’’ demikian tertulis dalam kitab Fathul Bari.  Negeri yang mereka tuju itu bernama Habasyah – sebuah kerajaan di daratan Benua Afrika. Mereka pergi ke negeri itu atas saran dari Rasulullah SAW.
Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, umat Islam hijrah ke Habasyah sebanyak dua kali.  Di antara sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu antara lain: Usman bin Affan beserta isterinya Ruqayyah yang juga puteri Rasulullah SAW serta sahabat dekat lainnya.
Sebenarnya, ungkap Dr. Akram, Abu Bakar Ash-Shiddiq juga turut dalam hijrah pertama itu. Namun, begitu sampai di barkul Ghimad – suatu tempat dari Makkah ke arah Yaman dengan perjalanan sekitar lima hari – Abu Bakar bertemu dengan Ibnu Daghinnah. 
Ibnu Daghinnah meminta Abu Bakar agar tak hijrah ke Habasyah. “Orang seperti engkau tak layak pergi atau terusir dari kampung halamannnya, karena engkau membantu yang membutuhkan, menyambung silaturahim, menanggung yang membutuhkan, menghormati tamu,  dan menolong kebenaran di manasaja sumbernya,’’ ungkap Ibnu Daghinnah seraya berjanji akan melindungi Abu Bakar dari siksaan kaum Kafir Quraisy.
Perjalanan para sahabat ke negeri Habasyah itu dipimpin Usman bin Maz’un. Setelah mengarungi ganasnya gelombang Laut Merah, enam belas sahabat Rasulullah itu akhirnya terdampar di negeri yang kala itu dipimpin seorang raja bernama Najasyi orang Arab menyebutnya Ashama ibnu Abjar.
Mereka disambut dengan penuh keramahan dan persahabatan. Inilah kali pertama ajaran Islam tiba di Afrika. Raja Ethopia lalu menempatkan mereka di Negash yang terletak di sebelah utara Provinsi Tigray.Wilayah itu lalu menjadi pusat penyebaran Islam di Ethiopia yang masuk dalam bagianAfrikaTimur.
Setelah tiga bulan menetap di Habasyah dan mendapat perlindungan, para sahabat mendapat kabar bahwa masyarakat Makkah telah memeluk Islam. Maka  pulanglah beberapa sahabat di antaranya Utsman bin Mazh’un ke kampung halamannya, Makkah. Kabar yang mereka terima ternyata hanya berita bohong.
Situasi keamanan Makkah ternyata belum aman, maka kembalilah mereka ke Habasyah bersama rombongan yang lain. “Ini merupakan Hijrah yang kedua,’’ papar Dr. Akram. Menurut Ibnu Ishaq, jumlah umat Islam yang hijrah untuk kedua kalinya mencapai 80 orang.
Namun, Ibnu Jarir menyebut jumlah sahabat yang hijrah ke Habsyah pada tahap dua mencapai 82 orang, semua laki-laki, tak ada wanita dan anak-anak. Versilainnya, menurut DR Akram, jumlah sahabat yang menyelamatkan akidahnya ke Habsyah pada periode kedua itu di antaranya  terdapat 18 orang sahabatwanita. 
Mengetahui hal itu, kafir Quraisy lalu mengirimkan utusannya, Amr bin Ash dan Imarah bin Walid menghadap Raja Habasyah. Keduanya meminta agar Raja Najasyi mengusir umat Islam dari tanah hitam itu.
Permintaan orang kafirQuraisy itu ditolak raja Najasyi dan para sahabat tetap tinggal di negeri itu hingga Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.Tak semua sahabat kembali berkumpul dengan Rasulullah SAW, sebagian di antara mereka memutuskan untuk menetap di Ethiopia.Mereka lalu menyebarkan agama Islam di wilayahTimur benua Hitam itu.
Perlahan namun pasti agama Islam pun mulai berkembang di Ethiopia. Pada mulanya, Islam berkembang di wilayah pesisir selatanAfrika, khususnya dari Somalia. Setelah itu banyak penduduk Ethiopia yang memutuskan untuk memeluk agama Islam. Berkembang pesatnya agama Islam di Ethiopia tak berjalan mulus dan mendapatkan perlawanan dari UmatNasrani yang berada di wilayah utara Ethiopia seperti Amhara, Tigray, serta Oromo.
Meskipun orang-orang Oromo sehari-hari mempraktikan tradisiWaaqa yang dipengaruhi budaya Islam, kenyataannya mereka tak suka Islam berkembang di Ethiopia. Sejarawan Ulrich Braukamper berkomentar, “Ekspansi yang dilakukan orang non-Muslim Oromo yang dilakukan selama berabad-abad di wilayah selatan Ethiopia bertujuan untuk menghapuskan Islam darikawasanitu.”Namun, upaya itu tak pernah berhasil.
Islam merupakan  agama terbesar kedua di Ethiopia, setelah Nasrani. Berdasarkan sensus pada tahun 1994, jumlah penduduk Muslim di Ethiopia mencapai 32,8 persen dari total populasi di negera itu. Mayoritas umat Islam di negeri itu kebanyakan berada di Somalia, Afar, serta Oromo.Selainitu, umat Islam juga tersebar di Amhara, Tigray, danGurage.
Umat Islam mencapai kejayaannya di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani itu, saat mampu mendirikan kesultanan Muslim. Beberapa kesultanan Muslim yang pernah berkuasa di Ethiopia itu antara lain: Kesultanan Adal di timur Ethiopia, KesultananAussa di timur laut Ethiopia, Kesultanan Harar di timur Ethiopia, Kesultanan Ifat di timur Ethiopia, serta Kesultanan Shewa di Ethiopia tengah.
Setelah meredupnya kejayaan kesultanan Muslim di Ethiopia, posisi umat Islam kian terhimpit. Kondisi mengenaskan itu mulai terjadi ketika di penghujung 1890-an, Raja Yohanes IV mengeluarkan kebijakan untuk mengkristenkan Ethiopia. Akibat kebijakan yang diwarnai kekejian itu, banyak umat Muslim yang akhirnya memiliki keyakinan ganda. Siang hari mereka berpura pura mengaku Kristen, namun pada malam hari mereka menjadi Islam dan melakukan ibadah.
Prinsip ini dalam Islam dikenal dengan namaTaqiah atau menyembunyikan keyakinan diri demi keselamatan diri. Strategikaum Muslim Ethiopia yang menutupi keyakinan yang sebenarnya itu ditulis secara menarik olehNajibKailani dalam novelnya yang berjudul Bayang-BayangHitam. Sebagian Muslim yang tak mau taqiah (menyembunyikan keyakinan), akhirnya memilih hijrah ke tempat lain.
Mereka mulai membanjiri wilayah perbatasan menuju Hijaz. Namun, ada juga yang tak mau taqiah tapi tetap menetap di Ethiopia. Mereka yang memilih sikap untuk menunjukkan jati diri keislamannya itu lalu disebut penguasa sebagai pemberontak. Mereka adalah umat Islam yang tak mau kompromi dengan urusan tauhiddaniman.
http://darulhuffadh.or.id/konten/melacak-jejak-al-habasyah-negeri-tujuan-hijrah-pertama