“Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang
raja yang tak seorang pun yang dizalimi di sisinya, pergilah ke
negerinya, hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan
penyelesaian atas peristiwa yang menimpa kalian,’’ ujarNabi SAW. (Fathul
Bari 7;189)
Menurut Dr. Sayuqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith
al-Nabawi, wilayah al-Habasyah, saat ini dikenal dengan nama Ethiopia
atau Eritrea. “Masyarakatnya dikenal sebagai al-Habasy yakni bangsa
Sudan atau bangsa berkulit hitam,’’ ujar DrSyauqi.
Habasyah merupakan wilayah yang penting bagi
perkembangan agama Islam di tahap-tahap awal. Sebab, negeri yang
dipimpin Raja An-Najasyi itu telah menjadi penyelamat akidah para
sahabat di awal masa perkembangan Islam.
Kisah hijrah para sahabatNabi SAW ke Habasyah
diungkapkan dalam Shahih Al-Bukhari, mengutip penjelasan dari Ummu
Salamah, istri Rasulullah SAW yang juga ikut dalam peristiwa hijrah ke
Habasyah itu.
Di tengah kegelapan malam yang mencekam, 11 pria
dan lima wanita sahabat Rasulullah SAW mengendap endap meninggalkan
Makkah. Mereka keluar dari Makkah dengan berjalan kaki menuju pantai.
Sebuah perahu yang terapung di Pelabuhan Shuaibah siap mengantarkan
mereka menuju ke sebuah negeri untuk menghindari kemurkaan dan
kebiadaban kafir quraisy.
“Para sahabat menyewa sebuah kapal seharga
setengah dinar,’’ demikian tertulis dalam kitab Fathul Bari. Negeri
yang mereka tuju itu bernama Habasyah – sebuah kerajaan di daratan Benua
Afrika. Mereka pergi ke negeri itu atas saran dari Rasulullah SAW.
Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah
Nabawiyah, umat Islam hijrah ke Habasyah sebanyak dua kali. Di antara
sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu antara lain: Usman bin Affan beserta
isterinya Ruqayyah yang juga puteri Rasulullah SAW serta sahabat dekat
lainnya.
Sebenarnya, ungkap Dr. Akram, Abu Bakar
Ash-Shiddiq juga turut dalam hijrah pertama itu. Namun, begitu sampai di
barkul Ghimad – suatu tempat dari Makkah ke arah Yaman dengan
perjalanan sekitar lima hari – Abu Bakar bertemu dengan Ibnu Daghinnah.
Ibnu Daghinnah meminta Abu Bakar agar tak hijrah
ke Habasyah. “Orang seperti engkau tak layak pergi atau terusir dari
kampung halamannnya, karena engkau membantu yang membutuhkan, menyambung
silaturahim, menanggung yang membutuhkan, menghormati tamu, dan
menolong kebenaran di manasaja sumbernya,’’ ungkap Ibnu Daghinnah seraya
berjanji akan melindungi Abu Bakar dari siksaan kaum Kafir Quraisy.
Perjalanan para sahabat ke negeri Habasyah itu
dipimpin Usman bin Maz’un. Setelah mengarungi ganasnya gelombang Laut
Merah, enam belas sahabat Rasulullah itu akhirnya terdampar di negeri
yang kala itu dipimpin seorang raja bernama Najasyi orang Arab
menyebutnya Ashama ibnu Abjar.
Mereka disambut dengan penuh keramahan dan
persahabatan. Inilah kali pertama ajaran Islam tiba di Afrika. Raja
Ethopia lalu menempatkan mereka di Negash yang terletak di sebelah utara
Provinsi Tigray.Wilayah itu lalu menjadi pusat penyebaran Islam di
Ethiopia yang masuk dalam bagianAfrikaTimur.
Setelah tiga bulan menetap di Habasyah dan
mendapat perlindungan, para sahabat mendapat kabar bahwa masyarakat
Makkah telah memeluk Islam. Maka pulanglah beberapa sahabat di
antaranya Utsman bin Mazh’un ke kampung halamannya, Makkah. Kabar yang
mereka terima ternyata hanya berita bohong.
Situasi keamanan Makkah ternyata belum aman, maka
kembalilah mereka ke Habasyah bersama rombongan yang lain. “Ini
merupakan Hijrah yang kedua,’’ papar Dr. Akram. Menurut Ibnu Ishaq,
jumlah umat Islam yang hijrah untuk kedua kalinya mencapai 80 orang.
Namun, Ibnu Jarir menyebut jumlah sahabat yang
hijrah ke Habsyah pada tahap dua mencapai 82 orang, semua laki-laki, tak
ada wanita dan anak-anak. Versilainnya, menurut DR Akram, jumlah
sahabat yang menyelamatkan akidahnya ke Habsyah pada periode kedua itu
di antaranya terdapat 18 orang sahabatwanita.
Mengetahui hal itu, kafir Quraisy lalu mengirimkan
utusannya, Amr bin Ash dan Imarah bin Walid menghadap Raja Habasyah.
Keduanya meminta agar Raja Najasyi mengusir umat Islam dari tanah hitam
itu.
Permintaan orang kafirQuraisy itu ditolak raja
Najasyi dan para sahabat tetap tinggal di negeri itu hingga Rasulullah
SAW hijrah ke Madinah.Tak semua sahabat kembali berkumpul dengan
Rasulullah SAW, sebagian di antara mereka memutuskan untuk menetap di
Ethiopia.Mereka lalu menyebarkan agama Islam di wilayahTimur benua Hitam
itu.
Perlahan namun pasti agama Islam pun mulai
berkembang di Ethiopia. Pada mulanya, Islam berkembang di wilayah
pesisir selatanAfrika, khususnya dari Somalia. Setelah itu banyak
penduduk Ethiopia yang memutuskan untuk memeluk agama Islam. Berkembang
pesatnya agama Islam di Ethiopia tak berjalan mulus dan mendapatkan
perlawanan dari UmatNasrani yang berada di wilayah utara Ethiopia
seperti Amhara, Tigray, serta Oromo.
Meskipun orang-orang Oromo sehari-hari
mempraktikan tradisiWaaqa yang dipengaruhi budaya Islam, kenyataannya
mereka tak suka Islam berkembang di Ethiopia. Sejarawan Ulrich
Braukamper berkomentar, “Ekspansi yang dilakukan orang non-Muslim Oromo
yang dilakukan selama berabad-abad di wilayah selatan Ethiopia bertujuan
untuk menghapuskan Islam darikawasanitu.”Namun, upaya itu tak pernah
berhasil.
Islam merupakan agama terbesar kedua di Ethiopia,
setelah Nasrani. Berdasarkan sensus pada tahun 1994, jumlah penduduk
Muslim di Ethiopia mencapai 32,8 persen dari total populasi di negera
itu. Mayoritas umat Islam di negeri itu kebanyakan berada di Somalia,
Afar, serta Oromo.Selainitu, umat Islam juga tersebar di Amhara, Tigray,
danGurage.
Umat Islam mencapai kejayaannya di negeri yang
mayoritas penduduknya beragama Nasrani itu, saat mampu mendirikan
kesultanan Muslim. Beberapa kesultanan Muslim yang pernah berkuasa di
Ethiopia itu antara lain: Kesultanan Adal di timur Ethiopia,
KesultananAussa di timur laut Ethiopia, Kesultanan Harar di timur
Ethiopia, Kesultanan Ifat di timur Ethiopia, serta Kesultanan Shewa di
Ethiopia tengah.
Setelah meredupnya kejayaan kesultanan Muslim di
Ethiopia, posisi umat Islam kian terhimpit. Kondisi mengenaskan itu
mulai terjadi ketika di penghujung 1890-an, Raja Yohanes IV mengeluarkan
kebijakan untuk mengkristenkan Ethiopia. Akibat kebijakan yang diwarnai
kekejian itu, banyak umat Muslim yang akhirnya memiliki keyakinan
ganda. Siang hari mereka berpura pura mengaku Kristen, namun pada malam
hari mereka menjadi Islam dan melakukan ibadah.
Prinsip ini dalam Islam dikenal dengan namaTaqiah
atau menyembunyikan keyakinan diri demi keselamatan diri. Strategikaum
Muslim Ethiopia yang menutupi keyakinan yang sebenarnya itu ditulis
secara menarik olehNajibKailani dalam novelnya yang berjudul
Bayang-BayangHitam. Sebagian Muslim yang tak mau taqiah (menyembunyikan
keyakinan), akhirnya memilih hijrah ke tempat lain.
Mereka mulai membanjiri wilayah perbatasan menuju
Hijaz. Namun, ada juga yang tak mau taqiah tapi tetap menetap di
Ethiopia. Mereka yang memilih sikap untuk menunjukkan jati diri
keislamannya itu lalu disebut penguasa sebagai pemberontak. Mereka
adalah umat Islam yang tak mau kompromi dengan urusan tauhiddaniman.
http://darulhuffadh.or.id/konten/melacak-jejak-al-habasyah-negeri-tujuan-hijrah-pertama