Lumajang- pagi ini cuaca yang begitu cerah kembali mengunjungi bumi
Lumajang tepat pada 10 November. Jika kita sejenak merenungkan kembali
apa yang terjadai pada 10 November 1945 di kota Surabaya sungguh akan
membuat kita bangga terhadap perjuangan ribuan anak bangsa untuk
mempertahankan kemrdekaannya. Manisnya kemerdekaan yang baru beberapa
bulan di nikmati akan diambil lagi oleh bangsa lain yang mana selama ini
telah merenggut kebebesan dan kedaultan Republik Indonesia.
Tentara sekutu dengan di domplengi oleh tentara
Belanda yang akan melucuti senjata dari Jepang, pada hari ini 66 tahun
yang lalu mengultimatum rakyat Surabaya untuk meyerahkan senjatanya.
Latarbelakang Sekutu mengeluarkan ultimatum adalah peristiwa tewasnya
pimpinan tentara Sekutu untuk Jawa Timur yaitu Brigadir jenderal
Mallaby. Mallaby tewas pada 30 Oktober, siapa pelaku penembakan terhadap
Mallaby sampai sekarang pun masih belum diketahui identitasnya. Hal ini
tentunya membuat sekutu geram dan mengeluarkan ultimatum agar penduduk
kota Surabaya sesegera mungkin menyerahkan senjatanya dengan batas akhir
06.00 pagi.
Bagi rakyat Surabaya tentunya ini merupakan suatu penghinaan yang tiada
terkira terhadap kedaulatan Republik Indonesia, mereka benar-benar kokoh
dan tidak mau meyerahkan senjatanya. Pada pagi hari tepat 66 tahun yang
lalu akhirnya tentara Sekutu yang merasa ultimatunya tidak di gubris
segera menyerang kota Surabaya dari segala penjuru dengan mengerahkan
30.000 pasukan infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal
perang. Semangat arek-arek Surabaya dan sekitarnya baik itu tukang
becak, pedagang, petani dan tentara bahu-membahu untuk mempertahankan
kemerdekaan dan melawan pasukan sekutu. Bahkan benar-benar di luar
dugaan tentara sekutu, semangat areka-arek Surabaya yang terbakar karena
pidato Bung Tomo yang meneriakkan pekik Allah Hu Akbar, tidak bisa di
taklukan dengan mudah karena gelombang bantuan dari luar kota di Jawa
Timur dari hari ke hari semakin besar. Dalam pertempuran Surabaya ini
Para Kyai dan Ulama seperti Hasim Asy'ari, Wahab Hasbullah pun
mengerahkan santri-santrinya untuk membantu perjuangan rakyat Surabaya.
Perjuangan rakyat Surabaya yang semula tidak terarah lama-lama menjadi
koordinasi yang baik. Pertempuran di Surabaya ini menelan banyak korban
jiwa baik dari tentara Indonesia maupun dari warga sipil, pertempuran
ini akhirnya di kenang dan selalu diperingati setiap tahunnya sebagai
hari Pahlawan.Semangat peristiwa yang terjadi 66 tahun yang lalu begitu
terasa samapi detik ini. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda akan
terus mengenang dan meneruskan semangat itu dalam mengisi kemerdekaan
bangsa ini. Para pendiri bangsa ini telah mengorbankan Jiwa dan raga
demi kehidupan bebas sperti yang saat ini kita nikmati. Marilah
bersama-sama kita teladani dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari
sikap kepahlawanan mereka.
http://pedomannusantara.com/berita-1059-makna-dan-sejarah-hari-pahlawan.htm
sebagai
mahasiswa apa yang dapat saya lakukan untuk indonesia. Sebagai
penyambung lidah rakyat,tonggak kelima demokrasi serta director of
change harus dapat melakukan sesuatu untuk indonesia. Sebagai penyambung
lidah rakyat kita dapat mengaspirasikan suara rakyat yang tak
tersampaikan. sebagai tonggak kelima demokrasi,kita dapat mengawasi
jalan pemerintahan di Indonesia. Sebagai director of change kita dapat
melakukan perubahan yang lebih baik un tuk indonesia.
Jaya Indonesiaku...
Merdeka.....
Merdeka.....